beberapa orang menyamakan trauma dengan rasa takut. Apakah perbedaan trauma dengan rasa takut?
Trauma adalah respon secara emosional akibat sebuah kejadian, seperti kekerasan, bully, atau bencana alam. Reaksi jangka pendek yang biasa terjadi pada seorang yang mengalami trauma adalah shock dan penolakan.
Sedangkan reaksi jangka panjang pada penderita trauma meliputi emosi yang tak terduga. Misalnya selalu teringat kejadian yang terjadi pada masa lalu, hubungan yang tegang, bahkan gejala-gejala fisik, seperti pusing dan mual.
Bagi beberapa orang, hal tersebut merupakan suatu hal yang normal. Namun bagi penderita trauma, hal tersebut sangat mengganggu dan membuat si penderita sulit menjalani hidupnya secara normal. Rasa takut berbeda dengan trauma karena kadarnya lebih ringan dibanding trauma.
Rasa takut adalah mekanisme pertahanan diri sebagai respons terhadap sebuah stimulus tertentu, seperi rasa sakit atau ancaman bahaya. Oleh karena itu, orang yang memiliki trauma sebaiknya.
Beberapa ahli psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi dasar, selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Takut juga terkait dengan suatu perilaku spesifik untuk melarikan diri atau menghindar.
Kategori Trauma
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, trauma dikategorikan menjadi dua, yaitu trauma fisik dan trauma psikologis.
Trauma fisik adalah trauma yang mengakibatkan luka fisik, misalnya kecelakaan, pukulan, dan lain-lain. Sedangkan trauma psikologis disebabkan kejadian yang melukai batin dan melibatkan perasaan atau emosi. Misalnya sering dibanding-bandingkan, sering dicaci maki dan dilabeli, perceraian, kekerasan seksual, dan lain-lain.
Meskipun keduanya memiliki potensi dampak yang sama, tapi trauma psikologis membekas lebih dalam dan berdampak lebih buruk. Penyebabnya bisa bermacam-macam mulai dari kekerasan, kehilangan atau perpisahan, eksploitasi, dan sebagainya.
Namun, trauma yang kerap berdampak negatif bagi masa depan seseorang adalah trauma yang disebabkan oleh kejadian yang sangat memukul dalam lingkungan keluarga seperti perceraian, kematian, atau kekerasan dalam rumah tangga, apalagi jika berlangsung terus menerus dalam waktu lama.
Bahkan trauma dapat berdampak buruk pada perkembangan otak anak, yang akan meningkatkan kewaspadaan yang berlebihan, agresif, hiperaktivitas, impulsivitas, dan sulit berkonsentrasi.
Semua itu akan berdampak buruk terhadap pencapaian keterampilan, prestasi akademik, integrasi sosial, pemecahan masalah dan kesehatan mental umumnya – dan akan menjadi penghalang langkah seorang anak menuju masa depan yang baik.
Secara umum gejala trauma pada anak dapat dikenali dari perubahan tingkah laku, misalnya tiba-tiba menjadi pendiam, murung, tidak berdaya dan mudah takut. Sementara secara fisik misalnya sering mengeluh pusing, muntah-muntah, sakit perut dan nafsu makan menurun. Gejala lainnya, anak tiba-tiba jadi mudah menangis tanpa sebab, tidak bisa tidur atau tidur dengan gelisah, tidak mau ditinggal sebentar, dan terlalu peka terhadap suara keras.
Karena trauma pada anak tidak mudah dikenali, orang tua perlu menjaga komunikasi yang baik dengan anak. Hal ini dimaksudkan agar anak tidak merasa enggan atau takut untuk berbagi pengalaman buruk dengan orang tuanya.
Anak-anak juga harus dijauhkan dari situasi yang terlalu menakutkan baginya. Jika anak mengalami trauma berat, segera berikan terapi khusus. Selain terapi, berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi trauma pada anak:
Berikan rasa aman dan nyaman
Rasa aman dan nyaman mucul dengan memberikannya pelukan, memberikan kehangatan, dan yakinkan anak bahwa semua akan baik-baik saja. Terciptanya rasa aman membuat anak tidak merasa kecemasan yang berlebihan.
Selain itu, jadikan kesempatan itu untuk mengajarkan rasa empati dan menanamkan nilai agama.
Biarkan anak menangis
Pada saat anak kaget atau merasa terancam, reaksi yang pertama ditimbulkan adalah menangis. Menangis merupakan cara anak untuk menyalurkan emosinya untuk menenangkan gejolak hatinya.
Ajak bicara
Cara paling mudah untuk menghilangkan rasa trauma pada anak adalah dengan mengajaknya bicara. Minta padanya untuk menceritakan perasaan apa yang sedang ia rasakan.
Dari pembicaraan itu, mulailah belajar untuk memahami apa yang dirasakan anak.
Jangan bohongi anak
Meskipun masih kecil, jangan pernah membohongi dan menutupi kejadian yang sebenarnya pada anak. Berbohong justru akan membuat anak berharap lebih dan merasa kecewa saat tahu dirinya dibohongi. Ini sama sekali tidak akan mengobati rasa trauma serta stresnya. Lebih baik jujur beritahukan kondisi sebenarnya dan biarkan anak memahaminya dengan cara mereka.
Luangkan waktu
Sesibuk apapun kita, sebaiknya kita sedikit meluangkan waktu untuk si kecil. Sempatkan waktu kita untuk mengajaknya bermain, mengobrol, atau pun menemaninya saat tidur. Hal tersebut akan memberikan ketenangan pada diri anak. Pada akhirnya, dengan berusaha selalu ada untuknya, anak tidak akan merasa sendirian dan tidak lebih stres menghadapi trauma pada dirinya.
Jika terapi yang Anda lakukan tidak berhasil, sebaiknya ajak anak menemui psikolog atau orang yang ahli di bidangnya. Sebab trauma yang berkepanjangan akan memberi dampak buruk bagi perkembangan psikologi anak bahkan hingga ia beranjak dewasa nanti.
0 Response to "Cara Menghilangkan Trauma Psikologis pada Anak"
Post a Comment